Sejarah penulisan Alkitab
Alkitab pertama-tama adalah buku iman yang berisi tentang kesaksian iman akan karya keselamatan Allah. Awalnya diwariskan secara lisan, kisah kesaksian ini kemudian dituliskan. Kisah-kisah ini dituliskan dalam Kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Ibrani, Aram, dan Yunani. Kitab-kitab tersebut ditulis dengan berbagai macam gaya sastra oleh sejumlah penulis yang tidak kita kenal. Penulisan tersebut terjadi dalam jangka waktu sekitar satu millenium, sekitar 2000-3000 tahun yang lalu, yang zaman dan kebudayaannya tidak kita kenal dengan baik saat ini. Maka pandanglah Alkitab bukan sebagai satu buku/kitab saja, namun sebagai suatu perpustakaan dari buku-buku kuno yang masih tetap bermakna bagi orang zaman sekarang.
Penulis Alkitab yang pertama kali disebutkan adalah Musa. Ia hidup sekitar tahun 1400-an sM atau 1200-an sM : “Tuliskanlah segala firman ini, sebab berdasarkan firman ini telah Kuadakan perjanjian dengan engkau dan dengan Israel” (Kel 34:27). Pada masa Daud bertakhta sebagai raja, para pejabat istana mulai mencatat sejarah bangsa Yahudi – termasuk kisah-kisah yang telah diwariskan secara turun temurun. Hal ini semakin berkembang pada zaman pemerintahan Salomo.
Empat ratus tahun setelah Daud, para penyerbu menghancurleburkan Kerajaan Yehuda. Dan pada tahun 586 sM, orang-orang yang selamat dibuang ke daerah Babylonia. Orang Yahudi tidak bisa lagi mengungkapkan iman mereka dengan ibadat dan persembahan korban di Bait Allah Yerusalem. Cara terbaik yang bisa mereka lakukan untuk bertahan dalam iman adalah dengan membaca tulisan-tulisan suci sebagai sebuah tindakan ibadat. Dari situlah muncul penghormatan yang mendalam akan kekuatan dan daya hidup dari tulisan-tulisan suci. Meskipun akhirnya pada tahun 536 sM mereka pulang dari pembuangan sehingga bisa membangun kembali kota Yerusalem dan Bait Allah, penghormatan terhadap tulisan-tulisan suci terus berlanjut. Karena itu, mulai berkembanglah Sinagoga sebagai tempat pembelajaran dan pendalaman tulisan-tulisan suci.
Pada zaman Yesus, praktik ini sudah menemukan bentuk tetapnya dalam Yudaisme : Orang Yahudi menghormati hari sabat dan taurat, serta Sinagoga menjadi tempat mendalami hukum taurat, namun pada hari-hari Raya mereka juga masih berangkat ke Bait Allah untuk mempersembahkan korban.
Pada tahun 70 M, tentara Romawi meluluh lantakkan Bait Allah. Bagi orang Yahudi, Sinagoga mengambil alih peranan Bait Allah. Ibadah korban pun digantikan dengan pembacaan dan pendalaman Taurat. Kekristenan, yang awalnya masih dianggap sebagai sebuah ‘sekte’ dari Yudaisme, mengadopsi beberapa kebiasaan Yahudi ini. Dengan meningkatnya penganiayaan terhadap jemaat Kristen perdana dan dibunuhnya sebagai martir beberapa rasul dan para saksi mata peristiwa sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus, penerusan kisah kesaksian mereka dilakukan lewat tulisan. Bahkan pemeliharaan jemaat pun dilakukan lewat surat-surat.
No comments